![]() |
Mapolda Sumut (Foto: istimewa) |
INDOSATU.ID - Dua orang oknum polisi yang bertugas di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara (Sumut) diduga terlibat dalam permintaan proyek Bimbingan Teknis (Bimtek) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Padanglawas Utara (Paluta) dan Padanglawas (Palas).
Dugaan ini memunculkan kekhawatiran publik terhadap praktik penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum.
Dua anggota Polri berinisial Kompol D dan AH tersebut disebut-sebut menggunakan perantara sipil berinisial E untuk mendekati pejabat Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) di kedua kabupaten itu.
E diarahkan untuk meminta jatah proyek Bimtek, dengan ancaman akan dilakukan pemeriksaan dinas apabila permintaan tak dipenuhi.
Menanggapi hal ini, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Ferry Walintukan menyatakan pihaknya akan mendalami dugaan tersebut.
Ia menegaskan bahwa diperlukan saksi dan barang bukti sebelum mengambil langkah penindakan.
"Mungkin masih diduga. Perlunya pendalaman untuk memeriksa kebenaran informasi. Silakan dilaporkan ke Propam Polda Sumut agar prosesnya jelas dan tidak hanya sebatas dugaan," kata Ferry, dikutip dari FT News, Selasa (17/6/2025).
Di tempat terpisah, Direktur Pusat Pembaharuan Hukum dan Peradilan (Puspa) Sumut, Muslim Muis, SH., MH., mengecam keras dugaan keterlibatan dua oknum polisi tersebut.
Dirinya menilai tindakan tersebut telah mencoreng nama baik institusi Polri dan merusak kepercayaan publik.
"Meski masih dugaan, isu ini mempermalukan institusi Polri bahkan bangsa ini. Jika terbukti, kedua oknum sebaiknya dikenakan sanksi PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat)," tegas Muslim.
Ia juga mengaitkan kasus ini dengan peristiwa serupa yang menjerat Kompol RS, mantan pejabat Polda Sumut, yang dipecat akibat melakukan pemerasan terhadap 12 kepala sekolah dengan nilai kerugian mencapai Rp4,7 miliar terkait proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) di Dinas Pendidikan Sumut.
Masih kata Muslim, oknum yang memanfaatkan posisi untuk meminta proyek merupakan pelanggaran berat terhadap kode etik dan profesionalisme Polri.
Dia mengingatkan bahwa sejak 2019, Kapolri telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor R/2029/XI/2019 yang melarang intervensi atau intimidasi anggota Polri terhadap kepala daerah atau instansi pemerintahan terkait proyek dan anggaran.
"Surat edaran itu memberi landasan kepada kepala daerah untuk segera melapor jika mengalami intimidasi. Sudah saatnya ketegasan diberlakukan untuk menjaga marwah institusi Polri," jelasnya.
Kasus ini menambah daftar dugaan pelanggaran yang melibatkan aparat kepolisian di Sumatera Utara.
Jika tidak ditangani secara transparan dan akuntabel, hal ini dapat menghambat upaya reformasi institusi kepolisian serta memperdalam jurang ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
Tentu publik menunggu langkah tegas dari Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto untuk menindak jika terbukti terjadi pelanggaran, demi menjaga kredibilitas dan integritas lembaga kepolisian.
Sumber: Dirangkum dari berbagai sumber
Editor: Admin